Sabtu, 30 Agustus 2008

PILKADES; MENGEJAR SAPEKEN
(Setitik Harapan Dari Seberang)

Oleh : Muarif
(Mahasiswa IAIN dan HIMAS Surabaya)


Tahun ini, dalam beberapa waktu dekat, pemilihan kepala desa (PilKaDes) di Sapeken akan digelar. Pilkades secara langsung dengan partisipasi penuh seluruh elemen masyarakat sapeken. Menurut salah satu sumber, pilkades yang berlangsung di sapeken diikuti oleh enam pulau yang ada di sekitarnya seperti Pulau saibus, Saur, dll akan meyuarakan aspirasinya dalam pilkades di sapeken.
Pemilihan langsung digelar guna meminimalkan ekses sekaligus mendapatkan kepala desa yang benar-benar pilihan masyarakat. Namun kualitas atau tidaknya kepala desa yang terpilih tidak lepas dari situasi masyarakat (baca: massa), dimana mereka punya andil cukup besar.
Potensi konflik yang mungkin muncul mengingat pelaksanaan pilkades di sapeken jarak waktunya berdekatan dengan pilgub jatim 2008 dan pemilu 2009 mendatang, bisa jadi massa pendukung mengalami perbedaan dan perpecahan suara di dalamnya. Perbedaan ini dapat menyebabkan benturan massa pendukung atau partai. untuk itu, kesadaran dan kecerdasan politik masyarakat yang tinggi, serta kearifan politik parpol untuk sanggup menerima menang dan kalah menjadi factor penting kesuksesan pilkades di sapeken itu.
Detik-detik menjelang pilkades suhu pilkades, dll, suhu politik semakin menghangat. yang kasat mata, ruang public biasanya dipenuhi dengan parade aneka baliho, poster, jargon, iming-iming, dan nilai jual program. Yang tidak kasat mata adalah gerilya, maneuver, dan deal-deal politik dalam mencari dukungan dan simpatisan yang tidak mungkin diungkap secara telanjang ke public.
Politik uang atau money polityc adalah penyakit kronis yang masih menggerogoti sebagian parpol di Indonesia. Bukan rahasia lagi jika “tiket” memasuki pilkades, dll, melalui partai politik ataupun tidak sangat mahal. Kelak, masyarakat sapeken juga menghendaki figure kepala desa yang lebih punya loyalitas dan komitmen pada kepentingan masyarakat.

Kecenderungan Pemilih Dalam Pilkades Sapeken 2008
Perlu diingat, bahwa mayoritas pemilih dalam pilkades sapeken adalah pemilih tradisional. Adalah fakta, mayoritas masyarakat adalah menengah ke bawah. Bagi tipe pemilih ini, dimensi popularitas dan dikenal tidaknya sang kandidat oleh pemilih sudah cukup menjadi pertimbangan bahwa sang calon layak untuk dipilih.
Dari sisi popularitas, untuk pilkades sapeken-menurut salah satu sumber, semua calon yang muncul saat ini cukup pupuler dan dikenal masyarakat. Hal ini tak lepas dari posisi mereka yang masih merupakan ada yang berlatar belakang da’I, pengusaha, dan bisnismen. Ditambah promosi mereka kepada public lewat kampanye dll. Tentunya, kepopuleran ini adalah salah satu modal yang cukup penting.
Lain pemilih tradisional, lain pula pemilih rasional. Jumlah pemilih ini (rasional) lebih sedikit disbanding tipe pertama (tradisional). Tipe pemilih ini umumnya didominasi oleh masyarakat “terpelajar” atau masyarakat “perkotaan”. bagi kaum ini, figure calon tidak harus populer. Pemilih rasional akan lebih menimbang kualitas dari pada popularitas. Punya integritas dan kompetensi serta peduli dengan rakyat kecil menjadi factor penarik minat untuk dipilih (figure calon yang popular belum tentu dekat dan peduli dengan rakyat).
Integritas dan kompetensi pemimpin inilah yang sebenarnya lebih dibutuhkan masyarakat kepulauan sapeken. Integritas dan kompetensi akan menentukan sejauh mana program-program kerja dan strategis peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sapeken dirancang dan diimplementasikan. Dua hal inilah yang diharapkan mampu membawa perubahan bagi sapeken ke depan. Kompetensi mungkin bisa dibangun melalui kecerdasan dan pengalaman, tapi bagaimana dengan integritas dan kepeduliannya kepada rakyat kecil yang setiap harinya dihimpit beragam problem ekonomi dan pemenuhan kebutuhan hidup?
Masih tentang tipe pemilih, rasanya tak lengkap jika tidak menyebutkan tipe pemilih yang ketiga. Sebetulnya kurang sreg kalau dikatakan tipe pemilih, karena sebenarnya berjumlah sedikit dan kesenangannya adalah mengail di air keruh. Dalam setiap momen pemilihan; pilkades, pilkada, pelpres, dll, tipe ini akan selalu ada. Tipe ini adalah tipe pragmatis. Tipe pemilih inilah yang tidak punya pendirian dan sering menipu hati nuraninya sendiri. Dia akan memilih calon yang lebih memberinya keuntungan material atau financial meskipun tidak sesuai dengan hati nuraninya. Tipe ini bisa muncul dari kalangan terpelajar atau tidak, dari masyarakat kota ataupun yang tinggal di pelosok desa. Dari tiga tipe pemilih di atas, anda bisa memilih sendiri masuk pada kelompok yang mana.

Menanti Arah Perubahan Sapeken
Dalam setiap momen pergantian kepemimpinan, secara otomatis akan selalu muncul harapan suatu perubahan. Harapan perubahan ini selalu mengarah pada hal yang lebih baik. Menurut Jhon P Kotter dalam bukunya “the Heart of change”, orang terdorong untuk berubah karena ia “melihat” urgensi untuk berubah, “merasakan” kepentingan untuk berubah, dan selanjutnya “melakukan” perubahan. Urgensi untuk berubah bisa terlihat dalam wujud kegagalan, kesalahan, kekalahan, dan kerugian, baik yang sudah terjadi maupun yang masih berupa potensi dan kemungkinan untuk terjadi. urgensi bisa juga berwujud kesuksesan, kemenangan, dan keuntungan yang mungkin diraih dengan merangkul perubahan.
Pilkades tak akan ada artinya jika tidak mampu membawa perubahan bagi masyarakat sapeken. Kepala desa dapeken akan datang harus mampu memberikan solusi pada beragam masalah kemiskinan hingga kesehatan.
Ketika para kandidat bersedia dan sanggup mencalonkan diri, pada saat itulah ia telah menandatangani kontrak politik terhadap rakyat. Di dalamnya berisi kesediaan untuk menjalankan amanah masyarakat sapeken.
Pilkades sapeken adalah bagian dari proses demokrasi dan pendidikan politik bagi masyarakat. Diskursus dan diskusi (formal ataupun non formal) yang marak menjelang pilkades adalah wahana efektif bagi masyarakat sapeken untuk “melek politik’. Namun saya secara pribadi sangat menyayangkan “Debat Kandidat” yang diselenggarakan oleh himas tidak mendapat respon yang baik dari masyarakat, padahal itu salah satu bagian dari proses “pendidikan politik” dan “melek politik” bagi masyarakat sapeken. Masyarakat sapeken dituntut cerdas memilih pemimpin dan tidak terbuai janji politik an sich.
Hari bagi masyarakat sapeken menentukan nasibnya semakin dekat. Suasana politik semakin menghangat dan akan terus menghangat. Yang harus tetap diingat, pilkades harus membawa perubahan ke depan yang lebih baik. Sekali lagi, kecerdasan politik masyarakat sapeken dalam memilih pemimpin ditunggu.
Akhirnya, semua terpulang pada masyarakat sapeken sendiri. Ingin pemimpin berkualitas atau tidak. Ingin berubah kea rah yang lebih baik atau tidal. Berkualitas atau tidaknya kepala desa nanti juga merupakan tanggung jawab seluruh elemen masyarakat sapeken yang mempunyai hak untuk menentukan. Yang pasti, jangan sampai hari esok lebih buruk karena kita salah memilih dan menentukan pemimpin. Kearifan dan kecerdasan masyarakat dalam menentukan pilihan dalam pilkades akan diuji. Pendidikan politik bagi masyarakat sapeken harus terus digalakkan. Karena momen pilkades bukan hanya untuk segelintir elit dan broker politik yang ingin melampiaskan hasrat politiknya. Tapi pilkades adalah untuk seluruh masyarakat sapeken. SELAMAT MEMILIH PEMIMPIN…!

Tidak ada komentar: